Kamis, 06 Agustus 2009

Syekh Siti Jenar ( 1 )

EPILOG

Nama Syekh Siti Jenar sudah sangat tidak asing lagi, tokoh yang menyampaikan ajaran yang “dicap” sesat. Syekh Siti Jenar adalah seorang pemikir yang sangat kontroversial pada zamannya. Ajaran Syekh Siti Jenar yang sangat berani dan sempat mengegerkan tanah Jawa saat itu adalah tentang ajaran kemanunggalan yaitu kemanunggalan dengan Tuhan yang disebut Syekh Siti Jenar dengan ajaran menggatakan Manunggaleng Kawula Gusti. Ajaran yang disampaikannya kepada masyarakat jawa dan di cap sebagai ajaran sesat sehinga hukuman mati diberikan kepada Syekh Siti Jenar. Hal ini karena ada dua kemungkinan sehinga para Wali mengklaim sebagai ajaran sesat. Pertama, karena para wali tersebut belum memang belum sampai pada maqam Syekh Siti Jenar. kedua, mereka sudah memahami ajaran tersebut, namun demi kemaslahatan umat, maka ajaran itu dianggap sesat agar masyarakat yang baru mengenal Islam tidak tersesat atas ajaran Syekh Siti Jenar itu. Pandangaan Syekh Siti Jenar ini bertentanggan dengan ajaran para Wali yang sangat “ Tekstual” dalam menyebarkan Islam, atau terlepas dari kehati-hatian para Wali untuk memahamkan masyarakat Jawa yang notabenya baru mengenal Islam, dengan kata lain tingkat pemahaman Islam masih dangkal.

1. Tetapi kenapa Syekh Siti Jenar berani untuk meyakini ajaranya sebagai ajaran kebenaran bahkan dengan lantang Syekh Siti Jenar menyatakan “perang” jika ajarannya berani diberangus oleh para wali. Untuk menyebarkan ajaranya, Syekh Siti Jenar bahkan berani menghadapi resiko apapun, bahkan jika nyawa syekh Siti Jenar diambil oleh para wali, Syekh Siti Jenar tidak gentar untuk mepertahankanya. Kontroversi yang lebih hebat terjadi di sekitar kematian Syekh Siti Jenar. Ajarannya yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah para pejabat kerajaan Demak Bintoro. Di sisi kekuasaan, Kerajaan Demak khawatir ajaran ini akan berujung pada pemberontakan mengingat salah satu murid Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Pengging atau Ki Kebokenanga adalah keturunan elite Majapahit (sama seperti Raden Patah) dan mengakibatkan konflik di antara keduanya.

Dari sisi agama Islam, Walisongo yang menopang kekuasaan Demak Bintoro, khawatir ajaran ini akan terus berkembang sehingga menyebarkan kesesatan di kalangan umat. Kegelisahan ini membuat mereka merencanakan satu tindakan bagi Syekh Siti Jenar yaitu harus segera menghadap Demak Bintoro. Pengiriman utusan Syekh Dumbo dan Pangeran Bayat ternyata tak cukup untuk dapat membuat Siti Jenar memenuhi panggilan Sri Narendra Raja Demak Bintoro untuk menghadap ke Kerajaan Demak. Hingga konon akhirnya para Walisongo sendiri yang akhirnya datang ke Desa Krendhasawa di mana perguruan Syekh Siti Jenar berada[i].

Para Wali dan pihak kerajaan sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar dengan tuduhan telah membangkang kepada raja. Maka berangkatlah lima wali yang diusulkan oleh Syekh Maulana Maghribi ke Desa Krendhasawa. Kelima wali itu adalah Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran Modang, Sunan Kudus, dan Sunan Geseng. Sesampainya di sana, terjadi perdebatan dan adu ilmu antara kelima wali tersebut dengan Siti Jenar. Menurut Syekh Siti Jenar, kelima wali tersebut tidak usah repot-repot ingin membunuh Syekh Siti Jenar karena tanpa ada paksaan dia bisa mati dengan kehendaknya sendiri. Tak lama, terbujurlah jenazah Siti Jenar di hadapan kelima wali. Ketika hal ini diketahui oleh murid- muridnya, serentak keempat muridnya yang benar-benar pandai yaitu Ki Bisono, Ki Donoboyo, Ki Chantulo dan Ki Pringgoboyo pun mengakhiri “kematian”- nya dengan cara yang misterius seperti yang dilakukan oleh gurunya di hadapan para wali.

Pandangan Syekh Siti Jenar yang menganggap alam kehidupan manusia di dunia sebagai kematian, sedangkan setelah menemui ajal disebut sebagai kehidupan sejati, yang mana ia adalah manusia dan sekaligus Tuhan, sangat menyimpang dari pendapat Wali Songo, dalil dan Hadits, sekaligus yang berpedoman pada hukum Islam yang bersendikan sebagai dasar dan pedoman kerajaan Demak dalam memerintah yang didukung oleh para wali. Syekh Siti Jenar dianggap telah merusak ketenteraman dan melanggar peraturan kerajaan, yang menuntun dan membimbing orang secara salah, menimbulkan huru- hara, merusak kelestarian dan keselamatan sesama manusia. Oleh karena itu, atas legitimasi dari Sultan Demak, diutuslah beberapa Wali ke tempat Siti Jenar di suatu daerah (ada yang mengatakan desa Krendhasawa), untuk membawa Syekh Siti Jenar ke Demak atau memenggal kepalanya. Akhirnya Siti Jenar wafat (ada yang mengatakan dibunuh, ada yang mengatakan bunuh diri).

Syekh Siti Jenar dimusuhi oleh para Wali dikarenakan beberapa sebab. Di antaranya adalah, dia dianggap menyebarkan ajaran sesat yang bertentangan dengan ajaran Islam dan Walisongo. Syekh Siti jenar dituduh mengajarkan ilmu yang membodohkan masyarakat. Ia dipandang telah menyebarkan ajaran yang menyesatkan. salah satu ajaran Syekh Siti Jenar yang dianggap menyesatkan adalah “ Manunggaling Kawula Gusti ” yang mengantar Syekh Siti Jenar pada kematian tetapi Syekh Siti Jenar mengangap sebagai kehidupan yang abadi atau kehidupan yang sesungguhnnya. Bagi Syekh Siti Jenar memandang dunia ini sebagai dunia kematian, Dunia adalah tempat sementara yang membawa kepada dunia keabadian. Yang sementara itu adalah kematian. Maka setelah kematian ini adalah hidup yang sesungguhnya hidup. Pada dunia fana inilah dilakukan semua siksa dan surga secara langsung. Titian Shirathal Mustaqim itu adalah titian di dunia ini yang berbentuk kenyataan kita keseharian. Sangat sulit untuk menitinya karena beda antara yang baik dan yang buruk itu betul-betul setipis kabut atau lebih sering disebut dengan sebesar rambut dibelah tujuh. Maka seperti itulah dunia ini, sangat tipis beda antara yang baik dan yang buruk, dosa dan pahala.

Pandangan Syekh Siti Jenar yang menggatakan bahwa Tuhan menyatu dengan diri manusia. Makna manunggaling kawula gusti hanya memiliki satu tempat kembali, yakni Allah, sebagai asalnya. Maka manusia tidak boleh terjebak dalam wadah yang hanya berfungsi sementara sebagai “wadah” Roh Ilahi. Justru Roh Ilahi inilah yang harus dijaga guna menuju ketunggalan kembali (Manunggaling Kawula Gusti). Pandangan Syekh Siti Jenar yang menganggap alam kehidupan manusia di dunia sebagai kematian, sedangkan setelah menemui ajal disebut sebagai kehidupan sejati, yang mana ia adalah manusia dilingkupi oleh ke-esa-an Tuhan. Arti dari kesemuanya adalah hanya Allah, tidak ada lagi hamba karena hamba adalah ke-tidak-ada-an dan hanya bagian dari bukti kekuasaan Tuhan maka hamba adalah bagian dari ke-Maha Besar-an Tuhan (manunggaling kawula gusti),

Hal ini dianggap sangat menyimpang dari pendapat Wali Songo dan Hadits, sekaligus yang berpedoman pada hukum Islam yang bersendikan sebagai dasar dan pedoman kerajaan Demak dalam memerintah yang didukung oleh para Wali. Syekh Siti Jenar dianggap telah merusak ketenteraman dan melanggar peraturan kerajaan, yang menuntun dan membimbing orang secara salah, menimbulkan huru- hara, merusak kelestarian dan keselamatan sesama manusia. Oleh karena itu, atas legitimasi dari Sultan Demak, diutuslah beberapa Wali ke tempat Siti Jenar untuk membawa Syekh Siti Jenar ke Demak atau memenggal kepalanya. Akhirnya Siti Jenar wafat (ada yang mengatakan dibunuh, ada yang mengatakan bunuh diri).

Manunggaling Kawulo Gusti : berasal dari tiga kata dengan banyak artian.

Manuggaling : bersatunya,

Kawula: hamba atau manusia atau mahluk atau orang bawahan atau rakyat,

Gusti: Tuhan dan bisa juga disebut raja atau pemerintah.

1. Arti dari manunggaling Kawulo Gusti sebetulnya memiliki dua sisi penafsiran, jika dilihat dari sisi yang berbeda dengan pola piker serta latar belakang yang berbeda maka akan menghasilkan penafsiran: 1. Agamis 2.Politis!

Agamis

Secara zahir dan yang diketahui oleh masyarakat umum adalah bersatunya Tuhan dan hamba atau peleburan antara manusia denggan Tuhan. dengan kata lain Tuhan bersemayam pada diri manusia seperti dalam ajaran Al-Hallaj, Ibnu ‘Arabi atau Sufi yang lainnya.

Politis

Secara Politis akan ditemukan kondisi yang padasaat kekinian sudah tidak asing lagi dan sangat sering didengar: Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani

“Bersatunya pemimpin (raja/president) dengan rakyat, pemimpin menjadi rakyat dan rakyat menjadi pemimpin”

Artinya:

Maka hal ini membuka sebuah ruang berfikir yang membuat sangat tidak mengenakkan jika melihat tata pemerintahan kerajaan Demak Bintoro waktu itu. Ini adalah Konspirasi! Demikianlah yang terjadi terhadap Syekh Siti Jenar jika membuka pemikiran secara transisi.

Syekh Siti Jenar yang mempunyai nama asli Ali Hasan alias Abdul Jalil (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Siti brit, Lemahbang, dan Lemah Abang) adalah seorang tokoh yang dianggap Sufi dan juga salah satun penyebar agama Islam di pulau Jawa yang sangat kontroversial di Jawa, Indonesia. Ia berasal dari daerah Cirebon, Jawa Barat. Ia adalah anak dari seorang Raja Pendeta (ini masih sebuah pertanyaan sebetulnya). Ayahnya bernama Resi Bungsu untuk tahun kelahiranya sulit dilacak[ii].
[i] Ini hanyalah salah satu versi yang diterima. Namun pada versi lain juga ada yang menyatakan bahwa hanya Sunan Kalijaga saja yang menemui Syekh Siti Jenar hingga akhirnya Syekh Siti Jenar mengajarkan ilmu hakiki dan ilmu Ma’rifat kepada Sunan Kalijaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar